Catatanfakta.com - Terdapat sebuah fenomena yang tak pernah terjadi dalam sejarah hukum di dunia. Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie, mengungkapkan keheranannya atas laporan yang menuduh seluruh hakim konstitusi melanggar etik.
Hal ini berkaitan dengan putusan UU Pemilu mengenai syarat usia pencalonan presiden dan wakil presiden yang memicu polemik di tengah masyarakat.
Jimly menyampaikan bahwa fenomena ini merupakan bagian dari pembelajaran publik dan perlu disyukuri sebagai proses pendidikan politik.
Baca Juga: MKMK Akan Membacakan Putusan Etik Hakim pada 7 November: Proses Cepat untuk Kepastian Hukum
Namun, ia juga memperingatkan bahwa akal sehat kini mulai digantikan oleh akal bulus dan akal fulus, atau uang.
Ia berharap bahwa MKMK dapat membuktikan pentingnya akal sehat dan kebenaran keadilan dalam menangani kasus ini.
Perkara yang saat ini sedang dihadapi tidak hanya penting bagi integritas Mahkamah Konstitusi, tetapi juga terkait dengan jadwal pendaftaran calon presiden dan wakil presiden.
Baca Juga: Ketua MK Anwar Usman Terbanyak Dilaporkan soal Pelanggaran Etik
Pelaporan dugaan pelanggaran etik ini terkait dengan putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang menyatakan syarat usia minimal capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pilkada.
Putusan tersebut dianggap memberikan 'karpet merah' kepada putra sulung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka untuk maju di Pilpres 2024.
Selain itu, istilah 'Mahkamah Keluarga' mulai merebak karena Ketua MK Anwar Usman yang juga paman Gibran selaku adik ipar dari Jokowi.
Baca Juga: Sidang MKMK: 15 Guru Besar Bersatu Soal Sikap Ketua MK, Anwar Usman
Diharapkan, dengan menjalani proses yang transparan dan akuntabel, MKMK dapat membuktikan integritas dan kebenaran hukum dalam menangani kasus langka ini.