informasi

Harga Beras Masih Tinggi, AEPI: Klaim Turun Tidak Sesuai Realita, Bulog dan HET Jadi Sorotan

Selasa, 2 September 2025 | 06:00 WIB
Para pedagang beras di Pasar Kranji, Bintara, Kota Bekasi, mengeluhkan harga beras yang masih terasa mahal, Jumat (1/3/2024). Menurut para pedagang, harga beras yang mulai terasa turunnya hanya untuk jenis bulog.( Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kemendag: Penurunan Harga Beras (Nadya Kamila )

 

 

Catatanfakta.com -, Jakarta, – Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) mempertanyakan klaim pemerintah yang menyatakan harga beras berangsur turun. Menurut Ketua AEPI, Khudori, klaim tersebut tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Klaim harga beras turun tidak sesuai kenyataan,” kata Khudori dalam keterangan tertulis, Kamis (21/8/2025).

Baca Juga: Gelombang Penjarahan Rumah Pejabat Menghebohkan Tangerang Selatan

Tren Harga Beras Masih Naik

Khudori menyoroti tren kenaikan harga beras pada pekan kedua Agustus dibandingkan Juli 2025.

Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS), harga rata-rata nasional beras medium dan premium di zona I masing-masing adalah Rp 14.012/kg dan Rp 15.435/kg, lebih tinggi dibanding Juli 2025 yaitu Rp 13.853/kg untuk beras medium dan Rp 15.310/kg untuk beras premium.

Baca Juga: Ray Rangkuti Tegas: Tak Ada Tanda Prabowo Akan Reshuffle di 2025

Tiga Faktor Penyebab Harga Beras Mahal

Menurut Khudori, terdapat tiga faktor utama yang membuat harga beras tetap tinggi:

  1. Distribusi SPHP Belum Efektif
    Operasi pasar beras melalui program Stabilisasi Harga Pangan (SPHP) dianggap belum efektif. Distribusi sejak 14 Juli–19 Agustus hanya mencapai 44.813 ton, jauh lebih rendah dibanding Januari–Februari yang mencapai 181.192 ton. Skema penyaluran yang ketat disebut menjadi penyebab mandeknya distribusi SPHP.

  2. Penyerapan Gabah Bulog
    Kebijakan pemerintah yang mewajibkan Bulog menyerap semua kualitas gabah, termasuk kualitas rendah, menimbulkan persaingan dengan penggilingan. Khudori menilai Bulog seharusnya fokus menyalurkan stok beras yang ada, bukan membeli gabah di pasar sehingga harga beras naik.

  3. Surplus Produksi Menurun
    Surplus beras pada Juli–September diperkirakan lebih rendah dibanding awal tahun, yakni 0,22–0,56 juta ton per bulan, turun signifikan dari Maret dan April yang mencapai 2,64 juta ton. Kondisi ini memicu persaingan pembelian gabah dan mendorong kenaikan harga beras.

Baca Juga: Prabowo Tegas Bilang 'No Reshuffle', Tapi Jubir Istana Bikin Publik Bingung

HET Beras Perlu Penyesuaian

Khudori menekankan bahwa Harga Eceran Tertinggi (HET) juga menjadi akar permasalahan. HET perlu disesuaikan jika Harga Pokok Pembelian (HPP) gabah naik, karena gabah merupakan bahan baku utama beras.

Halaman:

Tags

Terkini

Peluang Emas Indonesia MasihTerbuka di SEA Games 2025

Sabtu, 20 Desember 2025 | 21:54 WIB