catatanfakta.com - Disrupsi digital telah membawa perubahan dalam perilaku baca-tulis, yang mengancam literasi baca-tulis.
Saat ini, masyarakat sedang mengalami dua lompatan besar dalam perilaku baca-tulis, yaitu dari membaca tanpa jari menjadi membaca dengan sentuhan jari di gawai.
Namun, peralihan ini tidak hanya memberikan pengalaman dan pembelajaran kecerdasan kinestetik, tetapi juga menciptakan perilaku yang semakin lancing, cerewet, dan sedikit berkabar.
Serta, muncul kebiasaan mutakhirkan status, dan bertutur dengan jari yang menurunkan minat membaca buku.
Profesor Gufran A. Ibrahim, Guru Besar Antropolinguistik di Universitas Khairun, mengatakan bahwa warga net (netizen) merupakan salah satu komunitas yang muncul akibat disrupsi digital.
Namun, netizen belum mengembangkan kebiasaan membaca dan menulis yang cukup. Kelesuan ini disebabkan oleh rendahnya literasi baca-tulis dan menghasilkan kegaduhan.
Baca Juga: Kemenkominfo Siapkan RPP dan Literasi Digital untuk Lindungi Anak dari Konten Pornografi
Oleh karena itu, dibutuhkan literasi digital yang masif agar masyarakat Indonesia menjadi pengguna internet yang bijak dan cerdas.
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah di Kemendikbud, Jumeri, mengatakan bahwa peningkatan literasi digital sangat penting di era digital saat ini.
Upaya peningkatan literasi dapat dilakukan dengan menyediakan berbagai platform digital yang sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia. Khususnya untuk memperkuat minat baca dan kemampuan literasi masyarakat.
Baca Juga: Survei Kemenag: Indeks Literasi Al-Qur'an di Indonesia Capai Tingkat Tinggi
Selain literasi digital, rendahnya minat baca dan kemampuan literasi penduduk Indonesia menjadi tantangan lain yang harus dihadapi.
Pada tahun ini, Kemendikbud akan melaksanakan Asesmen Nasional guna mengevaluasi pendidikan secara komprehensif melalui kompetensi literasi dan numerasi.