Beberapa hal, seperti gender, seksualitas, status sosial ekonomi, tidak boleh dijadikan bahan lelucon kalengan.
“Humornya harus adil dan sopan, tidak boleh menindas dan membuat kita ikut tertawa,” kata Seno.
Humor bodoh, dari atasan hingga bawahan Humor bodoh atau ejekan bukanlah sebuah lelucon dan bisa dianggap menghina, apalagi jika sasarannya tidak setuju dengan ejekan tersebut.
Ironisnya, lelucon bisa saja disalahartikan. Semua orang tertawa, bahkan yang diolok-olok pun tidak punya pilihan lain, kata Seno.
Baca Juga: 10 TIPS UNTUK ANDA AGAR SEMANGAT KERJA
Kesadaran Kolektif Saat Bercanda Harus ada kesepakatan dalam bercanda, khususnya mengenai identitas etnis atau agama.
Jika Anda tidak setuju dengan humor tersebut, angkat bicara, bukan hanya untuk menghindari potensi bahaya namun juga untuk mencegahnya menjadi duri di tempat kerja.
Humor bukanlah tentang permainan kekuasaan. Humor adalah untuk semua orang dan tidak boleh dibatasi pada segelintir orang saja. Humor harus disetujui dan dilakukan oleh dua pihak atau lebih.
Jika salah satu pihak menjadi sasaran lelucon, mereka harus memiliki kemampuan untuk membalas dengan lelucon serupa jika mereka memilih demikian, dan tidak ada seorang pun yang merasa tidak nyaman.
Baca Juga: Samsung Galaxy S23 Ultra BMW M Edition Meluncur, Hanya 1000 Unit Tersedia!
“Dalam skenario ini, bisa jadi bullying. Bukan lagi bercanda, tapi menjelma menjadi bullying,” kata Seno.
Singkatnya, humor sama pentingnya dengan pekerjaan di tempat kerja. Namun, kita harus selalu ingat batasannya, karena apa yang lucu bagi seseorang bisa jadi menyinggung bagi orang lain.
Memperhatikan perasaan rekan kerja kita, memahami konteks dan batasan etika humor, dan menemukan keseimbangan sempurna antara humor dan pekerjaan sangat penting untuk lingkungan ruang kerja yang sukses.