Catatanfakta.com -- Identitas non-biner semakin mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir.
Identitas-identitas ini tidak mengidentifikasikan diri dengan gender biner tradisional, yaitu laki-laki atau perempuan,
namun mewakili persinggungan kedua identitas tersebut atau identitas yang sepenuhnya terpisah.
Baca Juga: Boleh Bercanda di Tempat Kerja, Asal Kenali Batas-batasnya
Dalam artikel ini, kami membahas pengalaman Feby, seorang individu non-biner yang mengidentifikasi diri sebagai bukan laki-laki atau perempuan.
Feby menceritakan betapa sulitnya mendamaikan identitas gender non-biner dengan masyarakat yang sangat bergantung pada konstruksi gender biner.
Kami juga menelusuri perjuangan individu non-biner terkait penggunaan bahasa, dan bagaimana mereka berharap dihargai dan dihormati, apa pun identitas yang mereka pilih.
Baca Juga: Harga Bahan Pokok Makin Naik, Belanja Rp 500 Ribu Bisa Dapat Apa Saja?
Feby (33), laki-laki kandung, pada tahun 2022 menyadari bahwa dirinya non-biner.
Meski ia tetap berpakaian khas maskulin dan terkadang mengenakan pakaian wanita, seperti sepatu hak platform, ia mengidentifikasi dirinya sebagai bukan laki-laki atau perempuan.
Sulit untuk merasa nyaman dengan diri sendiri jika hal tersebut tidak sesuai dengan label yang diberikan masyarakat kepada kita.
Di Indonesia, tradisi membagi gender menjadi dua kategori saja: laki-laki dan perempuan, masih lumrah.
Namun, gender non-biner telah menjadi topik perdebatan dalam beberapa tahun terakhir, berkat sosok seperti Feby.