informasi

Jeli Memahami stasus Hak Tanah Sebelum Beli Rumah dangan KPR

Jumat, 24 November 2023 | 22:26 WIB

 

 Catatanfakta.com -- Memiliki rumah merupakan dambaan banyak orang. Berbagai cara ditempuh untuk bisa memiliki rumah, salah satunya dengan memanfaatkan fasilitas KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dari bank. Namun untuk menggunakan fasilitas ini, masyarakat harus berhati-hati dalam menyelidiki status tanah sebelum perjanjian agar tidak timbul masalah di kemudian hari.

Salah satu hal yang memerlukan ketelitian adalah status tanah. Ada kasus dimana konsumen yang sudah puluhan tahun melunasi utang KPR masih harus membeli tanah untuk ditinggali. Hal ini terjadi karena hunian yang dibangun oleh pengembang properti masih dimiliki oleh orang lain, dan pengembang masih menyewakan lahan tersebut.

Pengamat properti Anton Sitorus menyebutkan, penggunaan KPR biasanya sudah disertai sertifikat hak atas tanah. Artinya, setelah pembayaran KPR selesai, maka sertifikat hak atas tanah secara otomatis menjadi milik pemilik yang telah melunasi KPR. Namun, dia menjelaskan, jika pembayaran KPR belum lunas, maka dokumen hak atas tanah, termasuk sertifikatnya, akan dipegang oleh bank selaku penyedia KPR.

Baca Juga: Sri Mulyani Resmi Bebas Pajak Untuk Pembelian Rumah dI Bawah Rp 2 Miliar

Ia juga menegaskan, KPR wajib memiliki sertifikat hak atas tanah. Namun, dia tidak membenarkan perlunya debitur KPR membeli tanah tersebut setelah melunasi utang KPRnya.

Senada dengan Anton, pengamat properti Aleviery Akbar menyebutkan, proses transaksi penggunaan KPR seharusnya sudah menyertakan sertifikat hak atas tanah. Namun, sebelum pembayaran dilunasi seluruhnya, dokumen-dokumen tersebut akan tetap disimpan oleh bank sebagai peminjam.

Lebih lanjut Aleviery menjelaskan, dalam kasus KPA (Kredit Pemilikan Apartemen), tanah dibagi secara proporsional sesuai dengan luas unit yang dimiliki dan dibagikan sesuai dengan keseluruhan luas tanah di mana bangunan tersebut berada.

Kepemilikan tanah atau bangunan diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Penguasaan dan Hak Atas Tanah. Tanah. Joko Suranto, Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Real Estate Indonesia (REI), menjelaskan badan hukum atau perseroan terbatas (PT) tidak boleh memiliki sertifikat kepemilikan, tetapi hanya diperbolehkan memiliki hak pakai bangunan ( HGB) sesuai ketentuan UUPA.

Baca Juga: Mengenal Perbedaan UMP, UMK, dan UMR di Indonesia

Menurut Joko, hampir semua proyek residensial yang menjual rumah harus memiliki sertifikat hak atas tanah HGB. Ditegaskannya, pemberian status HGB bukan sekadar keinginan pengembang, melainkan sesuai aturan UUPA. Dalam hal jual beli, pemegang KPR lah yang berhak meminta peningkatan status hak atas tanah.

Jadi, sebelum melakukan pembelian menggunakan KPR, masyarakat perlu melakukan pekerjaan rumah terlebih dahulu dan mengetahui status tanah yang ingin dibeli. Masyarakat juga harus meneliti dan bertanya tentang latar belakang pengembang dan menyelidiki dokumen hukum dan administrasi tanah. Selain itu, mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan mengenai hak kepemilikan atas tanah dan bangunan juga diperlukan agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari.

Kesimpulannya, pembelian rumah menggunakan KPR sebaiknya dilakukan secara matang, dengan memperhatikan status kepemilikan tanah secara menyeluruh. Sebagai pembeli yang bertanggung jawab, masyarakat perlu mengambil semua tindakan dan tindakan pencegahan yang diperlukan sebelum melakukan pembelian untuk melindungi diri mereka dari potensi masalah.

 

Tags

Terkini

Peluang Emas Indonesia MasihTerbuka di SEA Games 2025

Sabtu, 20 Desember 2025 | 21:54 WIB